RS UNS Selenggarakan Dialog Kesehatan, Angkat Isu Mengenai Donor Ginjal
RS UNS Selenggarakan Dialog Kesehatan, Angkat Isu Mengenai Donor Ginjal
ditulis kembali oleh Eko Prasetyo (www.Alexainfoterkini.com)
SOLO - – Rumah Sakit (RS) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta menggelar Live Healthy Dialog Event, sebuah acara edukasi kesehatan yang kali ini mengangkat topik penting seputar transplantasi ginjal. Dalam sesi yang bertema “Apakah Donor Ginjal Harus dari Keluarga?” ini disiarkan langsung melalui kanal Youtube dan sosial media RS UNS.
Podcast tersebut dipandu langsung oleh dr. Evi Liliek Wulandari, Sp.PD., M.Kes. seorang praktisi kesehatan dari RS UNS, dan menghadirkan narasumber ahli, Dr. Wachid Putranto, dr., Sp.PD-KGH.FINASIM. Dr. Wachid adalah dokter spesialis penyakit dalam yang juga merupakan konsultan hipertensi dan ginjal, sekaligus staf pengajar di Fakultas Kedokteran (FK) UNS.
Sebagai pembawa acara, dr. Evi mengawali dialog dengan menyoroti tingginya angka penderita gagal ginjal di Indonesia, khususnya di wilayah Solo Raya.
Dr. Wachid menanggapi bahwa dari data yang dihimpun, terdapat 35 unit layanan hemodialisis di Solo, dan hampir semuanya memiliki daftar tunggu panjang. “Kondisi tersebut menunjukkan tingginya angka penderita gagal ginjal. Hal ini menjadi pengingat bagi kita semua akan perlunya terapi yang lebih efektif, salah satunya adalah transplantasi ginjal. Ini bukan hanya alternatif, tetapi solusi terbaik untuk meningkatkan kualitas hidup pasien gagal ginjal,” ujarnya.
Selanjutnya, Dosen FK UNS tersebut menjelaskan bahwa transplantasi ginjal adalah prosedur medis yang memindahkan ginjal dari seorang donor ke tubuh penerima. Terapi ini menjadi harapan baru karena memungkinkan pasien untuk hidup lebih normal dibandingkan dengan terapi hemodialisis atau cuci darah.
“Transplantasi ginjal adalah terapi yang paling ideal untuk pasien gagal ginjal kronis. Donor ginjal bisa berasal dari orang hidup maupun jenazah dengan kondisi tertentu. Sayangnya, di Indonesia, transplantasi dari donor jenazah masih dalam tahap pengembangan karena berbagai tantangan,” ungkap Dr. Wachid.
Jenis Donor Ginjal: Tidak Harus dari Keluarga
Dalam diskusi tersebut, Dr. Wachid juga meluruskan persepsi masyarakat yang keliru tentang donor ginjal. Banyak yang beranggapan bahwa donor ginjal harus berasal dari keluarga, padahal kenyataannya tidak demikian. “Donor ginjal bisa berasal dari teman dekat, bahkan orang yang tidak memiliki hubungan keluarga dengan penerima,” jelasnya.
Sebagai contoh, dr. Evi turut menyebut kasus selebritas internasional Selena Gomez yang menerima donor ginjal dari sahabatnya. Namun, Dr. Wachid menekankan bahwa calon donor harus memenuhi kriteria tertentu, seperti kesamaan golongan darah dan hasil pemeriksaan cross-match untuk meminimalkan risiko penolakan ginjal oleh tubuh penerima.
“Untuk mengurangi risiko rejeksi, donor ginjal memang dilakukan pada resipien yang memiliki golongan darah yang sama dengan pendonor. Tetapi di beberapa center yang sudah maju, donor ginjal bisa dilakukan antar golongan darah sesuai dengan aturan transfusi. Selain itu, pendonor dan resipien perlu melakukan serangkaian tes untuk cross match. Semakin kecil nilai cross match, semakin rendah risiko penolakan. Namun jika hasilnya tinggi, prosedur masih dapat dilakukan, tetapi memerlukan dukungan obat-obatan atau perawatan yang lebih intensif,” jelas Dr. Wachid.
Dr. Wachid juga menyebutkan bahwa tidak ada batasan usia tertentu untuk menjadi donor ginjal, asalkan pendonor dalam kondisi sehat. Namun, donor di bawah usia 60 tahun lebih disarankan untuk meminimalkan risiko komplikasi.
Proses dan Waktu Operasi Transplantasi Ginjal
Transplantasi ginjal adalah prosedur yang cukup kompleks dan memerlukan persiapan matang. Operasi transplantasi ginjal umumnya memakan waktu 5-6 jam. Selama proses tersebut, ginjal baru akan ditempatkan di tubuh pasien, dan tim medis akan memastikan bahwa ginjal dapat berfungsi dengan baik setelah operasi.
Bagi calon penerima transplantasi, kondisi kesehatan secara keseluruhan juga menjadi faktor penentu keberhasilan. Beberapa kondisi, seperti peradangan ginjal tipe tertentu atau penyakit autoimun seperti vaskulitis sistemik granulomatosa tidak dianjurkan untuk melakukan transplantasi.
Efek Samping Donor Ginjal
Dr. Wachid menjelaskan bahwa hingga saat ini, tidak ada efek samping jangka panjang yang signifikan bagi pendonor ginjal. “Manusia bisa hidup normal dengan satu ginjal, selama menjaga pola hidup sehat dan memantau kondisi kesehatan secara berkala,” katanya.
Bagi resipien, Dr. Wachid menegaskan bahwa faktor utama risiko kegagalan transplantasi adalah ketidakpatuhan dalam mengonsumsi obat-obatan pascaoperasi.
BPJS Kesehatan Menanggung Biaya Transplantasi
Dalam sesi tanya jawab, salah satu peserta bertanya tentang pembiayaan transplantasi ginjal melalui BPJS Kesehatan. Menanggapi hal ini, Dr. Wachid menjelaskan. “Alhamdulillah, BPJS Kesehatan menanggung biaya transplantasi ginjal, termasuk operasi untuk donor dan penerima. Namun, beberapa pemeriksaan awal mungkin belum sepenuhnya ditanggung,” ujar Dr. Wachid.
Beliau juga menambahkan bahwa obat anti-penolakan seperti tacrolimus dan mycophenolate mofetil yang sangat penting pasca operasi juga ditanggung oleh BPJS Kesehatan, sehingga pasien tidak perlu khawatir dengan biaya jangka panjang.
RS UNS Menuju Pusat Transplantasi Ginjal di Solo Raya
RS UNS saat ini sedang mengembangkan fasilitas untuk menjadi pusat layanan transplantasi ginjal di Solo Raya. Selain menyediakan unit hemodialisis modern, RS UNS akan segera menawarkan layanan biopsi ginjal untuk mendeteksi kelainan dini, termasuk glomerulonefritis.
“Langkah awal kami adalah membuka layanan konsultasi pra-transplantasi dan pascatransplantasi. Dengan pengalaman yang saya peroleh selama pelatihan, saya optimis RS UNS dapat menjadi pusat transplantasi ginjal terkemuka yang melayani lebih banyak pasien di wilayah ini, mohon doanya” ujar Dr. Wachid.
Pentingnya Deteksi Dini Penyakit Ginjal Kronis
Di akhir acara, Dr. Wachid menyoroti pentingnya deteksi dini penyakit ginjal kronis. Ia menyebutkan bahwa kasus penyakit ginjal kronis terus meningkat, termasuk di kalangan usia muda.
“Penyebab utama adalah diabetes dan hipertensi yang tidak terkontrol. Oleh karena itu, masyarakat perlu lebih sadar akan pentingnya gaya hidup sehat dan pemeriksaan rutin. Mencegah lebih baik daripada mengobati. Untuk yang sudah terdampak penyakit ginjal, jangan menyerah dan tetap semangat, terdapat beberapa terapi yang dapat dilakukan untuk mengobati,” pungkas Dr. Wachid.
Acara dialog kesehatan tersebut diakhiri dengan doa dan harapan agar RS UNS dapat segera merealisasikan layanan transplantasi ginjal yang komprehensif. Dengan edukasi dan upaya kolaboratif antara tenaga medis, pemerintah, dan masyarakat, RS UNS berkomitmen untuk memberikan layanan kesehatan terbaik bagi pasien ginjal di Indonesia.