News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Puasa Hanya Satu Jam? Begini Penjelasan dari Perspektif Ilmu Geografi

Puasa Hanya Satu Jam? Begini Penjelasan dari Perspektif Ilmu Geografi

  Puasa Hanya Satu Jam? Begini Penjelasan dari Perspektif Ilmu Geografi

Dosen Fakultas Geografi UMS Dr. Choirul Amin, S.Si., M.M.,

ditulis kembali oleh Eko Prasetyo (www.Alexainfoterkini.com)

SURAKARTA - Sempat ramai di media sosial usai adanya konten video Lalu Satria Malaca yang menjadi tour guide di Murmansk, Rusia. Di sana, dia berpuasa dengan durasi yang sangat pendek. Dia menunjukkan jeda antara Subuh dan Maghrib yang merupakan waktu sahur dan berbuka puasa ternyata hanya beberapa puluh menit, atau kurang lebih satu jam sehingga untuk puasa dijalankan kurang dari satu jam. (bisa juga dibaca di link web : news.ums.ac.id)

Fenomena ini dapat dijelaskan melalui ilmu geografi atau astronomi. Dosen Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) Dr. Choirul Amin, S.Si., M.M., fenomena perbedaan panjang waktu siang dan malam itu terkait dengan rotasi bumi terutama miringnya sumbu bumi yaitu 23 ½  derajat. Miringnya sumbu bumi itu menyebabkan tidak semua waktu di bumi ini sama panjang antara siang dan malamnya. 

Luar biasa Allah menciptakan aturan, terdapat hikmah dengan adanya aturan ini. Choiriul Amin atau yang akrab disapa dengan Pak Choi menanyakan kenapa kok bumi tidak dibikin tegak saja ya sumbunya tetapi miring 23 setengah derajat? Karena dengan kemiringan itu membuat adanya perbedaan iklim dan seterusnya yang membuat sistem lingkungan di bumi ini berbeda-beda sehingga berganti-ganti atau dinamis. 

Berdasarkan letak geografis, Indonesia berada di garis khatulistiwa dan bahkan di Pontianak tepat 0 derajat. Sementara di pulau Jawa sedikit bertambah yaitu lintangnya tambah tinggi tetapi masih dekat dengan garis khatulistiwa.

“Garis khatulistiwa adalah garis imajiner yang merupakan lintasan dari matahari ketika melewati bumi,” jelas Choi, Selasa (11/3). 

Sehingga waktu siang dan malam wilayah-wilayah yang berada dekat dengan garis khatulistiwa itu relatif hampir sama yaitu 12 jam siang dan 12 jam malam. 

“Sehingga orang-orang di Indonesia, Malaysia puasanya hampir panjangnya sama yaitu 12 jam,” kata Choi.

Sementara itu wilayah yang semakin jauh dari khatulistiwa akan memiliki perbedaan antara panjang siang dan malamnya misalnya daerah di Rusia. Terdapat 11 zona waktu di Rusia yang saat ini digunakan. Selain itu, wilayah Rusia berdekatan juga dengan kutub utara.

“Jadi semakin jauh ya dari khatulistiwa. Nah di musim panas biasanya puasanya bisa panjang sekali, sementara di musim dingin itu puasanya bisa pendek sekali bahkan ada di daerah Rusia itu sepanjang hari adalah malam, siangnya sedikit,” ujar Wakil Dekan III Fakultas Geografi UMS itu.

Choi juga menerangkan, peredaran bumi itu seperti zigzag, kadang di sebelah utara kemudian nanti kembali ke tengah (khatulistiwa) kemudian kadang di sebelah selatan atau lebih condong ke selatan. Apabila diamati, ketika berada di Indonesia maka akan melihat terkadang matahari condong ke utara atau selatan, bukan tepat di barat. 


Ilustrasi bumi dan kemiringan sumbu 23½ derajat. Dok. Kyle Gleen di unsplash.com

Ketika matahari lebih banyak di utara, waktu siang hari di Rusia menjadi panjang sekali karena matahari panjang beredar di sana. Sementara ketika matahari berpindah ke arah selatan, Rusia akan sedikit sekali siangnya sementara malamnya bisa panjang sekali. Bahkan ada di beberapa wilayah, siangnya selama 20 jam. 

“Nah terus apakah terus tidak puasa karena malam terus nggak pernah siang? Tentu saja tetap berpuasa orang di situ tetapi mengikuti (pendapat) beberapa ulama untuk mengikuti waktu puasa di Mekah,” tutur Choi. 

Lantas bagaimana dengan orang yang berpuasa di wilayah seperti demikian? Dia menuturkan umat Islam yang menunaikan ibadah puasa di wilayah seperti demikian, untuk waktu sahur dan berbukanya dapat mengikuti waktu di lokasi terdekat atau di Mekah. (Maysali/Humas)

Tags

Masukan Pesan

Silahkan masukan pesan melalui email kami.