OPINI : SMK: PEKERJAAN RUMAH YANG TERSISA
SMK: PEKERJAAN RUMAH YANG TERSISA
OPINI Oleh
Prof. Dr. Suharno, ST., MT.
Pakar di bidang Pendidikan Kejuruan
Dosen UNS dan Rektor Universitas Sragen.
Disela-sela saya menunggu waktu untuk menguji Disertasi salah satu Mahasiswa program Doktoral di Program Studi Pendidikan Teknologi dan Kejuruan UPI Bandung, saya tertarik untuk menulis opini ini. Saya tergerak menulis opini ini setelah menyimak berita di media masa yang memuat pendapat pak Mendikdasmen tentang Lulusan SMK dan penting untuk dilanjutkan dalam diskusi-diskusi. Bebarpa hari yang lalu pak mentri pendidikan dasar dan menengah mengatakan bahwa pendidikan kejuruan adalah sangat penting. Perlu ditingkatkan, karena lulusan SMK memiliki banyak keunggulan, terutama lebih siap kerja. Pernyataan pak mentri ini benar 100%. Namun ketika kita lihat faktanya, lulusan SMK masih menyisakan pekerjaan rumah yang masih belum digarap dengan baik. Terutama dalam hal keterserapan mereka pasca lulus. Sebenarnya pemerintah telah memiliki formula yang tepat untuk keberlanjutan siswa SMK pasca lulus. Formula pemerintah menetapkan bahwa lulusan SMK bisa memilih 3 jalur, yaitu Bbekerja, Melanjutkan kuliah, atau Wirausaha. Dan ini sebenarnya kebijakan yang tepat untuk negara kita. Perlu diketahui bahwa tidak semua negara maju memilki program keberlanjutan seperti Indonesia dalam hal lulusan SMK. Namun, pemerintah perlu mengevaluasi keterserapan lulusan SMK di dalam 3 jalur ini.
Berdasarkan riset yang saya lakukan, ketiga jalur tersebut belum berjalan dengan baik. Bekerja misalnya, lulusan SMK terbentur pada rendahnya mutu dan relevansi dengan kebutuhan industry. Kompetensi hardskills lulusan kalah jauh dibandingkan dengan negara lain, bahkan di kalangan negara asean saja lulusan SMK kita masih kalah apalagi dengan negara maju. Beberapa negara asean, seperti philipina, tenaga kerja mereka telah memenangkan kompetisi untuk merebut pasar kerja global. Rendahnya mutu dan relevansi dengan industry ini setidaknya disebabkan oleh 3 faktor utama, yaitu kurangnya fasilitas praktik di sekolah, minimnya dukungan industry, dan kurangnya kecakapan guru untuk menginovasi pembelajaran praktek. Belum lagi factor eksternal, yaitu tingginya tuntutan industry terhadap kebiutuhan hardskills lulusan SMK. Saat ini teknologi sudah maju sangat pesat, industry sudah menggunakan mesin-mesin dengan teknologi canggih. Sementara itu pembelajaran di SMK masih menggunakan mesin-mesin yang using. Tentu ini menyebabkan lulusan SMK kita kalah bersaing. Jadi, pekerjaan di industry itu banyak sekali, tetapi lulusan kita tidak adaptable terhadap spesifikasi pekerjaan. Dalam kasus ini, pemerintah harus melakukan revitalisasi yang menyentuh sampai kepada peremajaan bahan dan alat prakti. Juga ketegasan pemerintah agar mewajibkan industry untuk mau mendukung secara aktif kemajuan SMK dengan memfasilitasi mereka belajar sambil bekerja.
Melanjutkan kuliah, lulusan SMK harus bersaing dengan lulusan SMA yang memang notabene disiapkan untuk kuliah. Instrument seleksi masuk perguruan tinggi saat ini diperlakukan sama antara lulusan SMK dan SMA. Meskipun sudah ada PT tertentu yang menggunakan instrument yang berbeda namun jumlahnya masih sangat sedikit. Dalam jalur ini tentu lulusan SMK tak berdaya. Pemerintah perlu membuat borders yang jelas dengan mengembangkan instrument khusus untuk lulusan SMK dan berbeda dengan SMA.
Wirausaha, di jalur ini masih menyisakan kerumitan tersendiri. Pertama, guru kesulitan membekali mereka untuk terlatih bisnis sementara para guru tidak memiliki background tentang bisnis. Hal ini menjadikan pembelajaran kewirausahaan di sekolah hanya terbatas formalitas. Disisi lain di luar sana kompetisi bisnis di bidang yang sama dengan jurusan di SMK sangat terbatas. Pemerintah juga belum focus menyiapkan skema ini. Oleh karena itu, pemerintah harus mengembangkan regulasi yang adaptif yang memungkinkan pelaku bisnis bergerak bebas ke Sekolah. Tentu harus diformulasikan agar saling menguntungkan dan tidak keluar dari koridor belajar. Terkait dengan ini, HIPMI perlu diberikan akses masuk sekolah (HIPMI Go To School) agar semakin menguatkan posisi lulusan SMK membangun bisnis pasca lulus.
Untuk itu semua, kementrian pendidikan dasar dan menengah penting untuk melakukan Langkah strategis untuk menyelesaikan PR di atas.
Pak Mentri beserta jajaran, perlu mengingat Kembali bahwa pendidikan kejuruan memiliki peran yang strategis untuk kemajuan sebuah negara. Dan ini diakui oleh semua negara maju. Bahkan negara maju meyakini bahwa mereka bisa maju berawal dari pendidikan kejuruan. Mungkin banyak yang mempertanyakan pendapat ini. Namun setelah ditelusur, ini adalah masuk akal. Mengapa, karena sesua konsepnya pendidikan kejuruan adalah pendidikan yang bertujuan membekali siswa untuk siap kerja. Tidak hanya menyiapkan kompetensi hard skills untuk menangani pekerjaan tertentu namun juga soft skills serta budaya kerja. Perlu diketahui bahwa bekerja tidak hanya bicara masalah kemampuan memproduksi barang atau jasa, namun juga menyangkut tentang sikap dalam bekarja, komunikasi, kerja sama, dan tanggungjawab atas pekerjaan itu sendiri. Semua itu hanya ada di SMK dan tidak ada di SMA. Ini bukan masalah mendekreditkan lulusan SMA, namun memang konsepnya begitu, SMA disiapkan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan melalui pendidikan lanjutan (kuliah). Untuk hal ini perlu ada pembahasan lebih lanjut.
Kembali pada peran pendidikan kejuruan. Karena perannya, maka banyak negara maju yang memformulasikan siswa pendidikan kejuruan jumlahnya lebih banyak dari pada pendidikan umum/SMA. Ada banyak contoh, di jerman, 70%, swiss 78%, singapur 60%, dan lain-lain. Oleh karena itu, tulisan ini tidak hanya menguatkan pendapat pak mendikdasmen tentang pentingnya meningkatkan kualitas SMK, namun juga mengingatkan kepada pemerintah tentang problematika yang sedang menggelut di dunia pendidikan kejuruan. Tulisan selanjutnya penulis akan mengupas tentang masa depan SMK dan Pendidikan Vokasi di Indonesia, serta menanggapi komentar pak mentri terkait dengan sertifikasi di SMK. Memang gampang?