Percepatan Elektrifasi Transportasi Publik
Percepatan Elektrifasi Transportasi Publik
ditulis kembali oleh Eko Prasetyo (www.Alexainfoterkini.com)
SOLO - Sektor tranportasi menjadi penyumbang emisi gas rumah kaca (GRK) terbesar kedua di Indonesia mencapai 23%. Dari 600 MtCO2 eg emisi sektor ini, 90% berasal dari angkutan darat. Solusi elektrifikasi transportasi menjadi kunci, dan target adopsi 6.600 unit bus listrik sampai dengan tahun 2030 diperkirakan mampu menurunkan emisis hingga 24% (setara 900 ton C02-eq). Universitas Sebelas Maret (UNS) bekerja sama dengan Universitas of Canberra dan National Electric Vehide Centre of Excellence (NEVCE), Australia, melalui proyek Decarbonization Pathways for Indonesia's Buses Infrastructure(DIBI), dibiayai KONEKSI dari Pemerintah Australia, mendorong percepatan elektrifikasi transportasi publik di kota Solo.
Dekan Fakultas Tehnik UNS, Prof Dr. Ir. Wahyudi Sutopo, ST, M.Si IPU menyatakan bahwa proyek DIBI tidak hanya menjawab kebutuhan elektrifikasi transportasi di kota Solo, tetapi juga menjalankan Nota Kesepahaman kolaborasi kendaraan listrik antara Indonesia dan Australia, hasil KTT ASEAN - Australia 2024 di Melbourne. Dalam Forum Group Discussiun (FGD), Fakultas Teknik UNS melibatkan berbagai pemangku kepentingan, seperti Dinas Perhubungan Kota Surakarta, PLN, Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo, pengelola TPA Putri Cempo, serta peneliti. Diskusi ini fokus pada potensi energi terbarukan dari PLTSa Terapung, serta mencari solusi menurunkan biaya elektrifikasi dengan tehnologi dari UNS dan NEVCE untuk membangkitkan pembangunan ekonomi hijau di Jawa Tengah.
Mr.Toby Roxburgh, MIEAust, Chair & CO Founder NEVCE, menggaris bawahi tiga sudut pandang utamarevolusi Elektrifikasi : manfaat bagi manusia (kualitas hidup), lingkungan dan biaya. Ia menjelaskan bahwa sebelumnya listrik dihasilkan dengan polusi dan biaya tingggi, tetapi kini tenaga surya dan baterai menawarkan solusi yang jauh lebih terjangkau, dan Indonesia memiliki potensi tenaga surya yang melimpah. Mengapa dimulai dari bus listrik? Bus memiliki rute tetap, yangmemudahkan pengembangan jaringan baterai surya untuk menggantikan pembangkit listrik tenaga batu bara . Selain itu, bus mendukung pengurangan kemacetan, meningkatkan inklusi sosial (gender equity, disability and social inclusion/GETSI), dan memberikan manfaat bagi semua kalangan. Namun, tantangannya adalah membuat bus menarik agar masyarakat lebih memilih transpotasi umum dari pada membeli kendaraan listrik pribadi.
Solo memiliki potensi besar untuk transisi ke transportasi ramah lingkungan sekaligus . mendorong ekonomi hijau. Walikota Solo, Mas Gibran Eakabuming Raka, yang kini menjadi Wakil Presiden menekankan pentingnya transportasi umum yang aman, nyaman dan inklusif, terutama bagi kelompok rentan seperti disabilitas, lansia dan anak-anak. Dengan dukungan aplikasi Teman Bus, pelayanan Batik Solo Trans (BST) telah menjadi lebih efisien , Mengoperasikan lebih dari 100 armada di 12 koridor dengan subsidi BTS dari Kemenhub, Pemerintah Kota Solo telah berhasil menunjukkan tata kelola transpotasi yang kokoh dan berorientasi pada kebutuhan masyarakat.
Namun, untuk berimigrasi ke bus listrik, diperlukan dukungan investasi untuk pengadaan bus, charging station, infrastuktur, serta pelatihan untuk tenaga kerja terampil, mulai dari pengemudi hingga operator yang menangani perawatan, pengisian daya dan penjadwalan bus listrik. Dengan kebutuhan daya 320 kWh oer bus untuk satu kali pengisian harian, migrasi ini akan memerlukan lebih dari 37 MW. Kebutuhan daya ini dapat digunakan untuk menumbuhkan PLTSa dan PLTS Terapung, dan akselerasi tehnologi penyimpanan energi yang dikembangkan oleh UNS. Percepatan elektrifikasi ini secara signifikan dapat meningkatkan gairah ekonomi hijau, menciptakan lapangan kerja baru, dan membangun ekosistem bisnis elektrifikasi lokal yang berkelanjutan di Solo