Kesbangpol Jateng dan PWI Surakarta: Media Harus Mampu Menjadi Solusi dan Penjernih Informasi di Masyarakat saat Pilkada Serentak
Kesbangpol Jateng dan PWI Surakarta: Media Harus Mampu
Menjadi Solusi dan Penjernih Informasi di Masyarakat saat Pilkada Serentak
Dilaporkan Eko Prasetyo (Reporter Mentari FM)
SOLO, ---Media massa memiliki peranan penting dalam
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 serentak yang prosesnya sudah berjalan.
Selain sebagai sarana informasi dan edukasi seputar Pilkada, media atau pers
diharapkan bisa menjadi bagin dari solusi ketika ada permasalahan dalam
pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, wali kota dan
wakil walikota.
Pers juga harus bisa menjadi penjernih dari berbagai informasi seputar Pilkada yang membanjir di masyarakat, mengingat tidak semua informasi yang berseliweran tersebut adalah informasi yang benar dan berkualitas.
Demikian
ditegaskan oleh Anas Syahirul A, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI)
Surakarta saat menjadi narasumber dalam Diskusi Penguatan Keterbukaan Media
bertema “Mendukung Keterbukaan Demokrasi” yang sekaligus sebagai sosialisasi
Pilkada Jateng 2024.
Kegiatan yang digelar oleh Kantor Kesbangpol Provinsi Jawa
Tengah bersama PWI Surakarta tersebut diikuti para pekerja media serta aktivis
media sosial, dan berlangsung di Hotel Dana Jalan Slamet Riyadi Surakarta,
Selasa (17/9/2024).
“Dalam hajatan Pilkada serentak ini, wartawan atau media tak hanya penyampai pesan melainkan harus bisa menjadi part of solution, bagian dari solusi atas masalah yang ada. Kemudian yang penting juga menjadi penjernih informasi seputar Pilkada yang sering bermasalah,” paparnya.
Lebih
lanjut Anas mengatakan, selain sebagai solusi dan penjernih informasi, wartawan
punya peranan vital dalam liputan Pilkada serentak. Antara lain, media
hendaknya mampu meningkatkan partisipasi publik lewat informasi yang disajikan.
"Media
aspirasi masyarakat, mendidik masyarakat atau pemilih, sarana informasi
Pilkada, ruang perdebatan stakeholder pilkada, dan pengawasan tahapan atau
proses Pilkada," ucapnya.
Anas
berpesan kepada media mainstream agar mengedepankan fakta yang terverifikasi
daripada sebatas konten yang mengundang viralitas. Juga bisa berdampak pada
kondusifitas wilayah.
Narasumber
lain dalam acara tersebut adalah pengamat media dari Universitas Sebelas Maret
(UNS) Surakarta, Sri Hastjarjo Ph.D, Anggota Dewan Kehormatan PWI Surakarta,
Suwarmin dan Anggota Mafindo Pusat, Niken Satyawati. Diskusi dimoderatori oleh
Dwi Puspita, pengurus PWI Surakarta.
Sri
Hastjarjo menambahkan, media massa tidak boleh netral dalam menghadapi Pilkada.
Menurutnya media harus berpihak. "Tapi berpihak pada kebenaran dan publik.
Kalau tidak berpihak berarti tak punya sikap. Idealnya, media itu juga mampu
menjadi anjing penjaga atau watch dog dalam proses Pemilu atau Pilkada,"
katanya menegaskan.
Ditambahkan
Hastjarjo, ada sejumlah peran penting media di masa Pilkada. Media bisa menjadi
penyedia informasi yang akurat, media sebagai clearing house, media sebagai
penyedia ruang diskusi publik.
“Sebagai ruang diskusi, syaratnya harus logis, berdasarkan
fakta, argumentatif dan egaliter. Media sosial pun sebagian juga menyediakan
hal itu. Masyarakat juga harus cerdas bermedia, bersikap kritis terhadap media
yang partisan, serta bijak bermedsos,” ujarnya.
Sementara
itu Suwarmin mengatakan, media mainstream juga sudah tidak lagi satu-satunya
penyebar informasi karena ada media sosial yang makin masif dalam persebaran
informasi.
“Tapi,
kelebihannya media masih menjadi sumber yang terverifikasi di belantara
informasi. Kami tetap menggunakan medsos untuk menyebarkan informasi, karena
anak muda sekarang tidak mungkin langsung menuju website kita, tapi informasi
itu sudah diverifikasi oleh wartawan,” katanya.
Sedangkan
Niken Satyawati menyoroti semakin masifnya persebaran hoax di setiap Pemiu atau
Pilkada. Niken menyebutkan sebanyak 31,6 persen dari seluruh hoax yang terdeteksi
adalah hoax politik dan menyerang pada satu sosok kontestan.
“Hoax lebih banyak menyerang para calon wali kota, bupati, atau gubernur. Sebanyak 31,6 persen hoax yang muncul adalah hoax politik, kalau tahun ini terbanyak di bulan Pebruari saat Pemilu. Saat Pilkada ini ini juga harus diwaspadai munculnya hoax Pilkada. Jelang Pilkada produsen hoax pasti muncul. Ini merusak demokrasi,” paparnya.
Dikatakan
Niken, pemerintah seharusnya memiliki tim dan infrastruktur yang besar untuk
mengklarifikasi hoax yang masih terus bermunculan, apalagi di saat ajang
politik. “Saluran yang paling banyak digunakan untuk distribusi hoax politik
adalah platform tiktok, menyesuaikan sasaran yang banyak menikmati tayangan
video. Maka perlu mitigasi dan literasi sejak dini sebagai antisipasi munculnya
hoax pilkada,” katanya.
Kepala
Bidang Politik Dalam Negeri Kesbangpol Jawa Tengah, Agung Kristiyanto dalam
sambutannya, menegaskan pentingnya peran media dalam menyukseskan Pilkada
serentak 2024.
"Pilkada
2024 merupakan momen krusial dalam demokrasi kita. Di sinilah peran media
sangat signifikan untuk memastikan setiap tahapan Pilkada berjalan baik, aman,
dan damai," ujarnya.
Agung juga menggarisbawahi bahwa media harus mampu menjaga keseimbangan dalam pemberitaan, agar masyarakat mendapatkan informasi akurat untuk membuat keputusan yang tepat.
Selain itu,
lanjutnya, media juga dituntut untuk mengedepankan jurnalisme positif dan
berkolaborasi dengan semua pihak dalam mewujudkan Pilkada damai.(*)