News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Opini Dr. Rohmadi, M.Hum : Mengenal Linguistik Forensik dan Siberpragmatik dalam Kehidupan Era Digital

Opini Dr. Rohmadi, M.Hum : Mengenal Linguistik Forensik dan Siberpragmatik dalam Kehidupan Era Digital

 Opini Dr. Rohmadi, M.Hum : Mengenal Linguistik Forensik dan Siberpragmatik  dalam Kehidupan Era Digital


Dr. Muhammad Rohmadi, M.Hum.

Dosen PBSI FKIP UNS, & Penggiat Literasi Arfuzh Ratulisa

Email: rohmadi_dbe@yahoo.com/Youtube/Tiktok: M. Rohmadi Ratulisa

"Kawan, cerita dalam keheningan akan membuka hati dan pikiran untuk menuliskan ide dan gagasan sebagai wujud implementasi literasi dengan Ratulisa (rajin menulis & membaca) untuk multigenerasi NKRI"

Hidup bermasyarakat selalu menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi. Alat komunikasi yang baik akan sangat bergantung pada konteks penggunaannya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Penggunaaan bahasa secara langsung dengan lisan dan tulis tentu juga akan bervariasi makna leksikal dan gramatikalnya. Kemudian penggunaan bahasa secara lisan dan tulis melalui media sosial atau dunia maya juga akan berbeda-beda maksud dan tujuannya. Oleh karena itu, setiap manusia memerlukan pemahaman literasi dengan ratulisa dalam multikonteks sosial, budaya, pendiikan, hukum, politik, dan konteks lain dalam kehidupan sehari-hari.

Berbicara linguistik tentu perlu diingat kembali bahwa belajar linguistik harus dipahami adanya linguistik struktural dan linguistik fungsional. Linguistik struktural berarti berbicara linguistic yang dilihat dalam perspektif diadik, yakni bentuk dan fungsi. Sementara itu linguistik fungsional dapat dipahami melalui perspektif triadik, yakni bentuk, fungsi, dan konteks. Hal ini dapat dilihat pada contoh: “Mamad dan Rohmadi sedang belajar menulis artikel opini di media cetak dan online” Berdasarkan kalimat tersebut,  dapat dipahami bentuk kalimat informatif dan fungsi untuk mengiformasikan kepada pembaca. Kemudian untuk contoh linguistik fungsional dapat dilihat pada kalimat “Semakin lama kuperhatikan, ruangan ini semakin panas sejak kehadiran orang tidak dikenal tersebut”. Merujuk kalimat tersebut, kalimat ini dapat dilihat dari perspektif diadik dan triadik.  Bentuk diadik sebagai kalimat informatif, fungsi menginformasikan keadaan situasional sedangkan secara triadik melibatkan konteks  kalimat tersebut memiliki maksud dibalik ujaran bahwa ruangan tersebut semakin panas bukan karena tidak ber-AC tetapi suasana yang semakin panas karena kehadiran sosok yang belum dikenal tersebut. Dengan demikian belajar linguistik struktural dan fungsional akan saling menguatkan literasi linguistik dalam berbagai konteks kehidupan era digital. 

Belajar linguistik belum lengkap apabila belum belajar linguistik forensik dan siberpragmatik. Linguistik forensik merujuk pada makna leksikal dalam KBBI  VI Daring Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/linguistik%20forensik bahwa linguistik forensik merupakan cabang ilmu linguistik yang berhubungan dengan konteks forensik hukum, bahasa, investigasi kejahatan, persidangan, dan prosedur peradilan. Sementara itu, untuk  memahami siberpragmatik harus dipahamai per kata, merujuk pada makna leksikal dalam KBBI  VI Daring Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa melalui https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/siber bahwa Siber: (1) sistem komputer dan informasi, (2) dunia maya, (3) berhubungan dengan internet sedangkan pragmatik  https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/pragmatik  merupakan: (1) berkenaan dengan syarat-syarat yang mengakibatkan serasi tidaknya pemakaian bahasa dalam komunikasi. (2) berkenanan dengan negara, pemerintah: sanksi…. Kemudian Ketika dipahami secara utuh siberpragmatik sebenarnya bagian interdisipliner linguistik fungsional yang memahami maksud tersirat dalam  ujaran atau tulisan yang bermedia (1) sistem komputer dan informasi, (2) dunia maya, (3) berhubungan dengan internet yang meibatkan konteks. Hal ini dapat dilihat sebagaimana pemakaian bahasa dalam media sosial, seperti youtube, facebook, whatsap, instagram, twiter, dan media-media sosial lainnya. Berkaitan dengan tersebut tentu harus diperhatikan betul-betul terkait dengan penggunaan bahasa dalam kehidupan sehari-hari  era digital yang digunakan secara langsung dan melalui media maya tentu maksud dan konteksnya beraneka ragam. Dengan demikian diperlukan kewaspadaan dan kehati-hatian pengguna bahasa tersebut agar tidak salah kata, salah makna, dan salah maksud, baik secara linguistik struktural dan linguistik fungsional.

Proses pemahamana linguistik forensik dan siberpragmatik ini harus disosialisasikan sejak dini kepada seluruh masyarakat Indonesia terkait dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat di 38 provinsi. Dengan pesatnya penggunaan teknologi dengan berbagai fitur dan varian aplikasi yang luar biasa dapat menjadi jebakan yang mengikat dan membelenggu pemakai media tersebut. Mengapa dapat terjadi? Hal ini dikarenakan ketidaktahuan pengguna bahasa ketika menggunakan kata yang kurang tepat, kurang sopan, kurang santun, menyakiti mitratutur atau partisipan, akhirnya dapat dituntut oleh mitratutur tersebut karena sudah dianggap melanggar Undang-Undang ITE (Informasi dan Transaksi Elektornik).  Memahami  UU ITE itu apa? Undang-undang ITE ini merupakan undang-undang yang mengatur mengenai pemggunaan teknologi informasi dan transaksi elektronik yang berbasis internet, komputer, dan perangkat elektronik lainnya. Perangkat inilah yang penulis sebut dengan siberpragmtik di atas. Dengan demikian sosialisasi dan edukasi penggunaan bahasa berbasis  siberpragmatik dan linguistik forensik  akan dapat meminimalkan pelanggaran UU ITE  bagi pengguna media sosial di seluruh wilayah NKRI.

Peran para ahali linguistik di Indonesia yang dapat menjadi saksi ahli bidang linguistik forensik dan juga siberpragmatik tentu ditunggu oleh seluruh masyarakat Indonesia. Hal ini sebagai langkah awal gerakan literasi ratulisa berbasis linguistik forensik dan siberpragmatik  dengan melibatkan pihak-pihak terkait di seluruh wilayah NKRI. Pihak-pihak terkait tersbut antara lain dinas pendidikan untuk pendidikan dasar, menegah dan Kemenristekdikbud RI untuk perguruan tinggi. Kemudian POLRI dan Kejaksaan yang dapat menjadi narasumber literasi yang menangani kasus-kasus hukum akibat pelanggaran UU ITE yang banyak terjadi di berbagai wilayah NKRI. Pelanggaran-pelangaran UU ITE oleh masyarakat NKRI bukan karena sengaja tetapi lebih banyak karena ketidaktahuan. Ada juga yang mungkin faktor kesengajaan tetapi  penulis berpikir itu lebih kecil. Oleh karena itu solusi efektif untuk melakukan pencegahan dan mitigasi terjadinya pelanggaran terhadap UU ITE bagi seluruh masyarakat NKRI yakni sosialisasi dan mitigasi UU ITE, linguistik forensik, dan siberpragmatik secara bertahap dan berkelanjutan.

Hal faktual dan kegiatan nyata yang sudah penulis laksanakan saat menjadi narasumber dalam “Workshop pengembangan laboratorium bahasa berbasis linguistik forensik dan siberprgamtik” tanggal 4-5 Juni 2024 yang diselenggarakan Ketua Laboratorium Bahasa FKIP Universitas Tadulako, Ibu Dr. Ulinsa, M.Hum., Ketua panitia sekaligus sebagai wakil dekan bidang II FKIP UNTAD, Abd. Kamaruddin, S.Pd.,M.Ed., Ph.D, dan dibuka langsung oleh Dekan FKIP UNTAD, Bapak Dr. Jamaludin, M.Si.  Hal ini dapat dijadikan praktik baik untuk seluruh laboratorium bahasa pada prodi PBSI di kampus lainnya, baca di link berikut: https://fkip.untad.ac.id/universitas-tadulako-gelar-workshop-inovatif-pengembangan-laboratorium-bahasa-berbasis-linguistik-forensik-dan-cyber-pragmatik/  dan kemudian hari kedua dapat dilihat ada link: https://fkip.untad.ac.id/workshop-inovatif-pengembangan-laboratorium-bahasa-berbasis-linguistik-forensik-dan-cyber-pragmatik-memasuki-hari-kedua/. Dalam workshop tersebut penulis melakukan sosialisasi, edukasi, dan melatih teori dan praktik menjadi ahli bahasa tingkat dasar sebagai calon-calon saksi ahli bidang linguistik forensik dan siberpragmatik. Kegiatan-kegiatan seperti ini perlu ditindaklanjuti dan dilanjutkan menuju pelatihan kingkat madya, dan unggul kedepannya. Semoga sosialisasi dan edukasi sebagai sumber literasi ratulisa  untuk UU ITE, linguistik forensik, dan siberpragmatik akan terus dapat dilakukan bagai seluruh masyarakat Indonesia di 38 provinsi secara bertahap dan berkelanjutan atas kerja sama pemangku kepentingan terkait. Hal ini demi kemajuan dan kejayaan sumber daya manusia Indonesia yang kreatif, inovatif, produktif, kritis, dan inspiratif dalam kehidupan era digital. 

“Kawan, kekuatan kata sungguh luar bisas, jari dan tangan merupakan satu kesatuan untuk memberikan kebaikan dan kemaslahatan untuk umat  tetapi saat tangan dan  jari yang terlena dalam pelukan semesta yang bukan pada tempatnya maka dapat mengahdirkan derita sepanjang masa bagi siapa saja, kapan saja, dan di mana saja”

Beranda Istana Arfuzh Ratulisa Surakarta, 4 Juli 2024

Tags

Masukan Pesan

Silahkan masukan pesan melalui email kami.