OPINI : Sistem Zonasi: Bagaimana Kabar Guru, Sekolah-Sekolah Favorit dan Generasi Berikutnya?
OPINI : Sistem Zonasi: Bagaimana Kabar Guru, Sekolah-Sekolah Favorit dan Generasi Berikutnya?
Fahrensi Dewi Parwanto
TTL: Surakarta, 11 Juni 2005
Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
Dunia pendidikan merupakan salah satu pilar utama dalam Pembangunan suatu bangsa. Untuk meningkatkan upaya kualitas pendidikan dan pemerataan akses bagi seluruh lapisan masyarakat, pemerintah Indonesia menerapkan kebijakan dengan adanya system zonasi. Sistem zonasi ini diadakan bertujuan untuk mengurangi kesenjangan pendidikan antara sekolah favorit dan sekolah lainnya dengan mendistribusikan siswa berdasarkan zona tempat tinggal yang ditempati. Namun, penerapan sistem zonasi ini justru menimbulkan berbagai pro dan kontra di kalangan masyarakat.
Kebijakan dalam sistem zonasi ini mulai diberlakukan pada tahun ajaran 2017. Sistem zonasi ini diterapkan pada peserta didik baru dengan jenjang sekolah dari TK, SD, SMP, SMA. Sistem zonasi ini sebenarnya bermanfaat untuk melakukan percepatan Pembangunan pendidikan yang merata dan berkeadilan. Diadakannya sistem zonasi ini juga menguntungkan bagi peserta didik yang mempunyai masalah mengenai biaya.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 17 tahun 2017, No. 14 tahun 2018, dan No. 51 tahun 2018. Peraturan tersebut berargumen bahwa kementrian dalam menerapkan sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dengan zonasi ini bertujuan untuk meningkatkan akses layanan pendidikan di sekolah – sekolah negeri, tanpa memandang kelas ekonomi orang tua siswa. Pro dan kontra yang disebabkan oleh sistem ini juga sangat banyak.
Adanya sistem zonasi ini menurut saya berdampak buruk dan menyebabkan sistem pengajaran menjadi tidak efektif. Dampak dari sistem zonasi dengan niat mengurangi kesenjangan pendidikan antara sekolah favorit dan sekolah lainnya malah mengakibatkan sekolah – sekolah negeri di anggap buruk dan berstandar rendah. Anggapan tersebut menyudutkan bahawa sistem zonasi malah menjadikan Indonesia tidak menjadi maju dalam pendidikan. Tidak hanya berdampak pada karakteristik peserta didik yang diterima, namun adanya PPDB berbasis zonasi ini juga berdampak dalam melakukan proses pembelajaran di kelas.
Peserta didik baru yang diterima melaui zonasi ini memang tinggal lebih dekat dengan sekolah negeri disbanding dengan menggunakn PPDB berbasis prestasi. Namun, siswa baru yang diterima melalui sistem zonasi ini memiliki nilai rendah dan karakteristik yang beragam dibandingkan dengan siswa yang diterima melalui sistem prestasi. Keadaan tersebut juga mungkin menyusahkan guru-guru karena harus beradaptasi dengan cepat.
Guru yang biasayana mengajar siswa yang memiliki kemampuan rata – rata tinggi, kini harus dengan effort untuk mengajar siswa dengan nilai rata-rata rendah dan memiliki kemampuan yang beragam. Anak-anak yang memiliki kemampuan tinggi membutuhkan tantangan baru dang ajaran baru dari guru agar bisa termotivasi dan mengasah kempuan mereka belajar. Namun, anak-anak yang memililiki kemampuan rendah membutuhkan bantuan guru yang berlebih untuk membangun pemahaman ilmunya yang benar.
Dampak lain dari diadakan sistem zonasi ini adalah menurunkan kualitas yang dimiliki sekolah negeri. Penurunan kualitas sekolah tersebut terjadi karena sekolah tidak lagi bersaing menjadi sekolah favorit. Seperti yang diungkapkan guru SMA favorit, “ditetapkannya sistem zonasi membuat sekolah menjadi sama, jika semua sekolah sama maka dikhawatirkan tidak memotivasi para murid dan sekolah untuk menjadi unggulan atau favorit”.
Mendukung pernyataan dari guru-guru, khawatir akan prestasi sekolah yang awalnya nomor satu menjadi tidak memiliki nomor karena adanya pemberlakuan zonasi. Pernyataan dari guru SMA favorit tersebut dapat ditarik benang merah bahwa guru tersebut khawatir apabila pemberlakuan sistem zonasi ini mempengaruhi mutu sekolah, terutama berkaitan dengan tingkat prestasi sekolah. Sistem zonasi lebih memprioritaskan jarak tempat tinggal dengan sekolah dari pada prestasi. Hal ini menyebabkan sekolah sekolah favorit tidak bisa menyeleksi siswa yang meiliki prestasi lebih.
Sistem zonasi seharusnya tidak diterapkan pada jenjang Sekolah Menengah Atas. Hal tersebut karena pada jenjang SMA sudah saatnya pada generasi muda ini diajarkan dengan sungguh-sungguh mengenai pendidikan. Sekolah dengan jenjang SMA sudah saatnya menentukan pilihan nya untuk melanjutkan ke jenjang lebih tinggi yaitu universitas atau perkuliahan. Namun, beberapa siswa yang memiliki sistem pemikiran rendah akan menganggap bahwa jika kuliah akan sia-sia dan membuang waktu.
Generasi muda sekarang kurang terampil juga beberapa karena akibat adanya sistem zonasi. Padahal generasi muda inilah yang akan membangun atau melanjutkan perjuangan untuk mendapatkan Indonesia yang lebih maju. Bukan saja sekolah yang dirugikan mengenai pemberlakuan sistem zonasi, namun negara Indonesia juga suatu saat nanti akan terkena dampak dari pemberlakuan sistem zonasi tersebut. Untuk membangun Indonesia lebih maju memerlukan generasi muda yang memiliki akal dan pikiran yang kreatif.
Menerapkan sistem zonasi sebenarnya tidak salah, namun penerapan ditujukan nya kurang tepat. Sekolah-sekolah yang awalnya favorit menjadi tidak favorit, adaptasi ajaran dari pembimbing dikelas atau guru juga harus menyesuaikan. Indonesia membutuhkan generasi muda yang berkualitas untuk membantu memajukan negara Indonesia. Namun, karena diadakannya sistem zonasi membuat sekolah-sekolah atau orang-orang yang berpretasi menjadi menurun.
BIODATA PENULIS
Nama : Fahrensi Dewi Parwanto
TTL: Surakarta, 11 Juni 2005
Status : Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret