Model Sosial Pengembangan Model Pengelolaan Sampah di Tempat Pemrosesaan Akhir (TPA) Regional Piyungan, Daerah Istimewa Yogyakarta
Model Sosial Pengembangan Model Pengelolaan Sampah di Tempat Pemrosesaan Akhir (TPA) Regional Piyungan, Daerah Istimewa Yogyakarta
SOLO - Model sosial pengembangan dalam model pengelolaan sampah dipertahakan oleh F Yuningtyas Setyawati pada sidang terbuka yang dipimpin oleh Prof Drs. Sutarno, MSc.Ph.D di Aula Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Rabu (6/3). F.Yuningtyas mempertahankan disertasi berjudul Peran Model Sosial Dalam Pengembangan Model Pengelolaan Sampah di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Regional Piyungan , Daerah Istimewa Yogyakarta.
Yuningtyas mengemukakan, pertumbuhan jumlah penduduk dari tahun ke tahun berimplikasi sosiologis bagi kehidupan masyarakat, salah satu imlipasi berkaitan dengan berkembangnya perilaku konsumen masyarakat yang kemudian berdampak pada peningkatan volume sampah dan pencemaran lingkungan. Pemerintah, swasta dan masyarakat berusaha menangani permasalahan sampah, akan tetapi sampai sekarang masalah sampah terutama sampah rumah tangga belum tertangani secara optimal. "Hal tersebut terjadi karena adanya penilaian tentang sampah yang seringkali oleh masyarakat dan pemerintah daerah dianggap sebagai barang sisa dan berbau, sementara oleh pihak yang lainnya yakni swasta (pemulung, pengepul dan pengusaha daur ulang) dianggap memilikinilai ekonomis. Sampah jika dikelola dan dikoordinasi dengan baik antara pemerintah daerah dan masyarakat akan menjadi lebih baik dan lebih optimal.' ujarnya.
Lebih lanjut Ia mengatakan limbah rumah tangga merupakan penyebab utama pencemaran dan degradasi lingkungan. "Sistim pengelolaan limbah saat ini, terutama untuk limbah rumah tangga , mengikuti pendekatan take have throw," ungkapnya. Menandaskan pemerintah dan masyarakat bertanggung jawab atas pengumpulan , pengangakatan dan pembuangan sampah plastik. "Salah satu tantangan terbesar dalam pengelolaan sampah adalah di tanah air adalah sebagai berikut : 69% sampah diangkut dan ditimbun di tempat pembuangan sampah, 10% dikubur, 7 % dikomposkan dan daurulang, 5% dibakar dan 7% sisanya tidak dikelola," ungkapnya.
Yuningtyas menjelaskan, cara pengelolaan sampah diberbagai daerah telah dilakukan dengan berbagai macam cara, namun masih ditemukan berbagai permasahan yang muncul dan pengelolaan yang dilakukan. Hal ini terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta, khususnya pengelolaan sampah di Kabupaten Sleman, Bantul dan Kota Yogyakarta yang bermuara diTPA Regieonal Piyungan TPA Regional Piyungan dalam hal ini masih berupa penamaan saja, karena dalam pelaksanaan pengelolaan sampah di TPA Regional Piyungan belum terwujud keterpaduan sesuai dengan yang diharapkan. Belum terwujudnya keterketerpaduan dalam pengelolaan sampah di TPA Regional Piyungan dapat dilihat dari munculnya realita tentang darurat sampah di Daerah Istimewa Yogyakarta yang terjadi tahun 2018. Disamping itu juga timbulan sampah yang dihasilkan dan masuk di TPA Regional Piyungan dari ke tahun meningkat.
Yuningtyas mengatakan masyarakat melalui modal sosial dimiliki diharapkan dapat membantu dalam pengurangan pencemaran lingkungan di sekitar TPA Regional Piyungan. Masyarakat dengan kelembagaan yang dimiliki dalam hal ini diharapkan mampu menemukan potensi dan permasalahan dalam pengelolaan sampah di sekitar TPA Regional Piyungan yang menjadi bagian kesadaran dalam komunitas.
Menurut Yuningtyas, model sosial menjadi landasan bagi masyarakat dalam memperkuat interaksi sosial. Tumbuhnya kesadaran akan pentingnya model sosial dapat mennjadi kekuatan yang dimiliki masyarakat dalam bertindak dan berinteraksi sesuai dengan kultur yang hidup dan berkembang di dalam komunitas masyarakat tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian sampah di TPA Regional Piyungan Daerah Istimewa Yogyakarta dapat ditarik beberapa simpulan, antara lain ;
1. Sistem pengelolaan sampah di TPA Regional Piyunangan saat ini masih beroretasi pada sistem kelola semata. Untuk itu perlu dilakukan suatu perubahan ke arah pengolahan sampah yang lebih efektif dan efisien guna mengurangi volume sampah yang dihasilkan.
2. Berdasarlan hasil kelebihan dan kelemahan dan ketiga bentuk model sosial dalam pengelolaan sampah di TPA Regional Piyungan , terlibat bahwa model sosial terikat (bounding social capital) kelebihannya berupa : Solidaritas antara anggota dalam kelompok sangat kuat, memiliki rasa kekeluagaan yang tinggi, mudah diajak bergotong royong.
3. Berdasarkan hasil penelitian terkait dengan konstibusi partisipasi masyarakat dalam model pengelolaan sampah dengan cara memilah sampah.
...............