Berkunjung ke UMS, Dewan Energi Nasional Harapkan Peran Akademisi dalam Transisi Energi
Berkunjung ke UMS, Dewan Energi Nasional Harapkan Peran Akademisi dalam Transisi Energi
ditulis kembali oleh Eko Prasetyo (Alexainfoterkini.com
SOLO - Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) mendapatkan kunjungan dari Dewan Energi Nasional (DEN) dalam rangka DEN Goes to Campus 2023. Kunjungan yang dikemas dalam bentuk seminar tersebut dilaksanakan di Ruang Seminar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UMS, Jum'at (1/12).
Dalam kegiatan tersebut, pembahasan utama yang dibawakan oleh DEN adalah ‘Hilirisasi pada Industri Mineral & Teknologi Batubara Bersih untuk Mendukung Transisi Energi Menuju NZE dalam Mencapai Target KEN guna Terciptanya Kemandirian & Ketahanan Energi Nasioan’.
Selain itu, seminar tersebut juga menghadirkan penanggap dari sisi akademisi UMS yaitu Prof., Dr., Absori , S.H., M.Hum dari Fakultas Hukum, Dr. Nur Aklis, S.T., M.Eng, Rois Fatoni, S.T., M.Sc., Ph.D., dan Ir. Sri Sunarjono, M.T., Ph.D., dari Fakultas Teknik (FT).
Agus Puji Prasetyono secara rinci menyampaikan, bagaimana energi menghantarkan ke perubahan iklim. Dia mengatakan, pergantian dari eneri fosil ke energi terbarukan adalah yang disebut dengan transisi energi.
Dengan adanya energi terbarukan, diharapkannya pada tahun 2060 Indonesia berhasil menerapkan Net Zero Emission. Untuk itu, dilakukan strategi transisi energi yang affordable, available, acceptable, dan sustainable.
Anggota DEN tersebut juga menyampaikan, dibutuhkan kerja sama dan partisipasi dari seluruh pemangku kepentingan, termasuk pengembangan sumber daya manusia, diperlukan unutk mencapai transisi energi yang adil dan memenuhi tujuan mitigasi perubahan iklim.
"Nah ini pentahelix. Tadi saya sebut regularisme antara pemerintah, swasta dan industri, akademis. Akademis ini sangat berperan," tegasnya menyebutkan stakeholders terkait transisi energi.
Kemudian ada juga dari NGO untuk kolaborasi dan memberikan dukungan, serta peran penting dari media, lanjutnya.
Dalam kesempatan tersebut, Prof., Absori memberikan tanggapannya mengenai paparan yang telah disampaikan dengan menggarisbawahi tentang hilirisasi, apakah nantinya akan melalui kebijakan atau dengan penegakan hukum. Kemudian tanggapan lainnya mengenai transisi energi, jika transisi menuju nuklir, dia sebagai Guru Besar di bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan skeptis dengan hal tersebut.
"Saya sendiri sebagai pengajar Sumber Daya Alam dan Lingkungan skeptis karena mengingat belum ada kajian tentang bagaimana efek atau limbah dari nuklir ini untuk bisa di recycle," ungkapnya.
Dia setuju jika nuklir digunakan dalam ranah pendidikan dan penelitian, akan tetapi jika nuklir didayagunakan untuk membangun negara industri yang kuat, maka perlu dikaji ulang.
Agus Prasetyono memberikan tanggapan berkaitan dengan pertanyaan tersebut, dan setuju jika energi nuklir masih menjadi PR dalam pengelolaannya. Dia mengatakan, negara-negara maju pasti memiliki nuklir.
"Jadi memang nuklir ini saya kira untuk menjadi negara maju itu kita sangat diperlukan karena memerlukan enegri yang besar, misalkan SMELTER," ungkapnya.
Dia mengatakan bahwa energi terbarukan dari tenaga surya, angin, air, atau tenaga yang bersifat fluktuatif intermittent tidak dapat digunakan untuk industri, melainkan menggunakan energi yang base root dan stabil.
Selain itu dia juga menyampaikan ulang bahwa akademisi memiliki peranan penting dalam transisi energi yang dicita-citakan.
"Jadi dari sisi akademisi, dalam transisi energi ini sangat dibutuhkan dan berperan banyak," tuturnya.
Bonus demografi akan banyak dari tenaga muda millenial yang punya kepakaran tinggi juga. Seperti membuat peralatan dengan efisien untuk energi terbarukan, membuat kawasan industri bisa dengan energi bersih. Atau membuat hilirisasi dan industrialisasi dari nikel alam menjadi nikel bahan baku dan menjadi baterai.
"Maka saya sangat berharap perguruan tinggi ini berperan banyak dalam transisi ini ke depan. Karena memang sangat dibutuhkan," harapnya.
Ini juga menjadi salah satu mitigasi atas perubahan iklim, suhu yang naik harus diturunkan dengan energi terbarukan. Energi terbarukan itu sangat terkait dengan sumber daya manusia yang memiliki kompetisi tinggi, seperti pada perguruan tinggi, dan nantinya bisa menjadi penentu kebijakan.