PRAKTIK PENGUNGKAPAN AKUNTANSI DAN KOMUNIKASI BISNIS BERBASIS KEMANUSIAAN
PRAKTIK PENGUNGKAPAN AKUNTANSI DAN KOMUNIKASI BISNIS BERBASIS KEMANUSIAAN
ditulis kembali oleh Eko Prasetyo (Alexainfoterkini.com), foto : Istimewa
SOLO - Inflasi, resesi, krisis energi, buntut panjang dari pandemi COVID-19, tantangan bisnis saat ini digambarkan sebagai “belum pernah terjadi sebelumnya – unprecedented event”. Dua faktormenempatkan semua bisnis di wilayah yang benar-benar belum terpetakan: Pertama, krisis saat inimenghantam perusahaan pada saat yang sama. Kedua, krisis saat ini disebabkan dan ditekankanoleh Megatrend. Pricewaterhousecoopers (PwC) mengidentifikasi lima Megatrends (2013) yakni: perubahan iklim, disrupsi teknologi, pergeseran demografi, perubahan dunia, dan ketidakstabilan sosial. Dalam dunia volatile-uncertain-complex-ambiguous (VUCA), faktor-faktor seperti teknologi baru, karyawan generasi milenialis dan multigenerasi, serta pesaing baru mempengaruhi pentingnya komunikasi bisnis yang melibatkan pengungkapan untuk mengelola stakeholder dengan baik, menghindari konflik, kesalahpahaman, dan miskomunikasi.
Komunikasi bisnis yang efektif memainkan peran penting dalam implementasi dan pemahaman yang lebih baik tentang strategi bisnis berkelanjutan yang melibatkan kepedulian terhadap lingkungan dan tanggung jawab sosial sesuai dengan permintaan dari konsumen, pemasok, karyawan, investor, dan organisasi publik. Agenda 2030 untuk Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) mendorong perusahaan untuk mengadopsi praktik bisnis yang berkelanjutan, dengan fokus pada hak asasi manusia, kesetaraan, dan pemenuhan 17 Tujuan dan 169 target SDGs dengan prinsip-prinsip universal, integrasi, dan inklusif untuk memastikan bahwa tidak ada yang tertinggal atau "No-one Left Behind". Implementasi TPB membutuhkan komitmen tinggi dari platform utama seperti pemerintah, filantropi dan pengusaha, akademisi dan tenaga ahli, serta organisasi masyarakat sipil dan media dalam menghadapi Megatrend dan krisis.
Laporan keuangan menyampaikan informasi dari transaksi perusahaan. Namun, laporan tersebut sering mengabaikan pertukaran dengan lingkungan sosial. Padahal, perusahaan mendapatkan nilai tambah dari kontribusi masyarakat dan lingkungan. Rusaknya sumber daya sosial berarti adanya beban sosial bagi masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan akuntansi sosial untuk mengungkapkan masalah biaya dan manfaat sosial ini. Menurut Gray (1987) yang dikutip oleh Woodward (1997) akuntansi sosial memiliki dua pengertian. Pertama, penyajian informasi keuangan tentang biaya dan manfaat dari aktivitas sosial pemisahaan. Kedua, penyajian laporan sosial secara formal sebagai pertanggungjawaban perusahaan. Perusahaan dapat berperan aktif dalam mensukseskan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dengan melakukan pengungkapan atas aktivitas perusahan.
Berbagai teori menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan informasi perusahaan, termasuk Teori Keagenan. Hubungan keagenan terjadi melalui kontrak antara prinsipal dan agen, di mana prinsipal memberikan wewenang kepada agen untuk mengambil keputusan sesuai dengan kepentingan prinsipal. Selain Teori Keagenan, teori Stakeholder juga digunakan dalam menjelaskan pengungkapan perusahaan sebagai alat untuk mendapatkan legitimasi dari pemangku kepentingan.
Penelitian Probohudono et al. (2013) menunjukkan bahwa komunikasi risiko tetap konsisten selama Krisis Keuangan Global tahun 2007-2009, menunjukkan rendahnya tanggung jawab sosial perusahaan. Selain itu, penelitian Probohudono et al. (2020) menyoroti pentingnya filantropi perusahaan dan voluntary disclosure sebagai isu strategis dalam bisnis. Penelitian Probohudono et al. (2022a) menguji pengaruh komponen intellectual capital terhadap risiko crash harga saham dan menyimpulkan bahwa sentimen investor mendominasi pengaruh tersebut. Tidak hanya itu, penelitian Probohudono et al. (2022b) mengenai pengungkapan CSR berdasarkan Islamic Social Reporting Disclosure Index terhadap kinerja keuangan pada perbankan syariah yang diukur dengan ROA menunjukkan bahwa pengungkapan CSR berhubungan positif dengan kinerja keuangan pada perbankan syariah.
Perusahaan perlu mengungkapkan informasinya secara spesifik dan memuaskan semua pemangku kepentingan. Komunikasi berlandaskan pada kemanusiaan seperti tradisi Jawa "among rasa" dapat membuat semua pihak merasa puas. Perusahaan juga perlu menciptakan saling belajar dan berbagi pengalaman dengan para stakeholder-nya untuk menjaga keberlanjutan bisnis.
Penerapan 8 Hastha Laku oleh Solo Bersimfoni dapat membantu dalam mengelola stakeholder perusahaan melalui kearifan lokal Guyub Rukun, Gotong Royong, Tepa Selira, Ewuh Pekewuh, Pangerten, Grapyak Semanak, Lembah Manah, dan Andhap Asor.
Setelah mengedepankan praktik pengungkapan berbasis kemanusiaan, perusahaan perlu memperhatikan planet dan profit/prosperity. Konsep triple bottom line 3P (people, planet, profit) dan 5P (people, planet, profit, partnership, peace) diharapkan mendukung pembangunan berkelanjutan.
Demikian sekelumit pidato pengukuhan guru besar yang akan disematkan pada Selasa (23/5) mendatang di Auditorium UNS.