Belajar Pragmatik dan Psikopragmatik Era Digital untuk Memperkuat Literasi Ditigal Multigenerasi NKRI
Belajar Pragmatik dan Psikopragmatik Era Digital untuk Memperkuat Literasi Ditigal Multigenerasi NKRI
Dr. Muhammad Rohmadi, M.Hum.
Dosen PBSI FKIP UNS, Ketua Umum ADOBSI, & Pegiat LIterasi Arfuzh Ratulisa
Email: rohmadi_dbe@yahoo.com/Youtube: M Rohmadi Ratulisa
"Kawan, pragmatik & psikopragmatik itu hakikatnya memanusiakan manusia tanpa harus diminta atau meminta dalam multikonteks kehidupan, baik maya maupun nyata"
Era digital merupakan era berkelimapahan data apa pun secara digital tersaji pada gawai yang dimiliki oleh seluruh masyarakat Indonesia. Salah satu jenis gawai antara lain handphone yang kita miliki. Saat ini di Indonesia memiliki sekitar 270 juta jiwa sedangkan yang memiliki handphone sekitar dua kali lipatnya, baik untuk kepentingan personal, kelompok, kantor, lembaga, bisnis, dan lain sebagainya. Hal ini menjadi bukti bahwa semua media digital tersebut dapat menjadi media untuk menampung kelimpahan data digital yang tersebar tanpa batas ruang dan waktu dua puluh empat jam. Pertanyaannya, “Siapa yang harus menyaring semua data-data digital tersebut?” Jawabnya: “Pemegang gawai dan pembaca informasilah yang harus menjadi pengendali semua informasi digital yang masuk ke gawai masing-masing”. Dengan demikian pemegang gawai dan pembaca harus menjadi pengelola dan pengendali segala isi yang masuk dan yang akan dikeluarkan dengan mempertimbangkan dampak pragmatik dan psikopragmatiknya.
Pragmatik merupakan kajian interdisipliner linguistik yang memelajari maksud dibalik ujaran seorang penutur kepada lawan tutur yang terikat konteks sedangkan psikopragmatik memahami maksud dibalik ujaran seorang penutur kepada lawan tutur yang melibatkan konteks pskiologis dalam kehidupan. Oleh karena itu, semua tuturan verbal yang disertai dengan konteks tuturan dalam gawai yang kita pegang merupakan sumber data pragmatik dan psikopragmatik. Dengan demikian semua sumber data digital tersebut dapat dijadikan sebagai sumber belajar dan sumber literasi digital bidang pragmatik dan psikopragmatik dengan multikonteks. Semua pembaca dan pemegang gawai dapat melihat dan membaca dalam perspektif pragmatik aneka tindak tutur, implikatur, praanggapan, prinsip kerja sama, prinsip kesantunan, deiksis, dan aneka implementasi psikopragmatik dalam bentuk sikap ramah, santun, emosi, resah, gelisah, menerima, menolak, memengaruhi, dan megkritisi secara bijak semua tindak tutur yang disampaikan oleh penutur kepada lawan tutur dan partisipannnya, baik secara langsung maupun tidak langsung sebagai bentuk konteks psikologis. Semua tindak tutur tersebut jelas mengandung maksud dan tujuan tuturan, baik tersirat sebagai bentuk implikatur dan praanggapan dalam pragmatik dna psikopragmatik maupun tersurat dalam kehidupan. Dengan demikian, semua pemegang gawai era digital sadar atau tidak sadar sudah menggenggam ribuan bahkan jutan sumber data pragmatik dan psikopragmatik sebagai sumber belajar pragmatik dan psikopragmatik dalam kehidupan sehari-hari dengan multikonteks.
Gawai yang dimiliki oleh setiap masyarakat rata-rata memiliki whatsap group (WAG) yang beraneka ragam, mulai WAG alumni SD, SMP, SMA, SMK, PT, RT, RW, LPMK, kelurahan, kecamatan, kabupaten, gubernuran, kepresidenan, dan kepentingan bisnis lainnya. Dalam berbagai kesempatan, keinginan pemegang gawai dan pembaca ingin selalu berbagai informasi baru yang didapatkan dalam WAG. Oleh karena itu, melek literasi harus menjadi kata kunci pengendali para penutur atau pembaca sumber literasi digital. Oleh karena itu, seluruh masyarakat Indonesia sebaiknya memahami enam literasi dasar yang harus dikuasai oleh seluruh masyarakat Indonesia dan dunia abad xxi, yaitu: (1) literasi menulis dan membaca, (2) literasi numerik, (3) literasi sains, (4) literasi digital, (5) literasi keuangan, dan (6) literasi budaya dan kewarganegaraan. Dengan menguasai enam literasi dasar tersebut maka seorang penutur atau pembaca akan lebih cermat, teliti, dan berhati-hati saat berbagi sumber literasi multikonteks yang dibagaikan dalam berbagai WAG yang dimilikinya. Dengan demikian penguasaan enam literasi dasar dapat menjadi salah satu filter informasi hoaks dan pelanggaran terhadap Undang-undang ITE yang dapat menjerat siapa saja yang menikmati kelimpahan data era digital.
Belajar pragmatik dan psikopragmatik menjadi salah satu filter kehati-hatian dan kebijaksanaan dalam segala konteks kehidupan. Oleh karena itu, seluruh masyarakat Indonesia harus terus dilatih, berlatih, dan melatih diri sendiri, keluarga, masyarakat sekitar agar terus berliterasi dengan Ratulisa (rajin menulis dan membaca) dalam berbagai konteks kehidupan. Dengan demikian seluruh masyrakat Indonesia akan menguasai multikonteks pragmaliterasi dan psikopragmaliterasi secara komprehensif dan berkelanjutan. Perhatikan contoh percakapan dua sahabat Ratulisa berikut. Bulan: “Mengapa Mentari wajahnya ditekuk seperti itu ketika mendengar nama itu disebut?”. Bintang:”Nama itu jangan pernah kausebut di depan Mentari karena baginya seperti petir kalau mendengar nama itu”. Bulan: “Tidak seharusnya Mentari bersikap seperti itu. Setahuku setiap diri dari kit aitu bersaudara dan harus saling membantu dalam segala situasi dan kondisi kehdiuapan. Kalau pun manusia memiliki salah dan kurang itu wajar karena kesempurnaan hanyalah miliki Tuhan” Bintang: “Siapa Tuan Putri Bulan, dan lanjutanya pasti, “Kita harus terus berliterasi dengan Ratulisa dan harus dapat ikut serta menyinari dunia, seperti bintang, bulan, dan matahari sepanjang hari, baik tampak maupun tidak tampak oleh manusia.” Bulan dan Bintang akhirnya melanjutkan menikmati cappuccino sambil menikmati lagu “Bulan dan Bintang” ciptaan Bang Rhoma Irama, Raja Dangdut Indonesia di saung taman bunga matahari yang indah memesona kala senja mulai menuju ke peraduannya.
Belajar pragmatik dan psikopragmatik berbasis media digital gawai, dengan memanfaatkan berbagai aplikasi dan pranala yang ada akan kaya dengan berbagai sumber literasi digital, pemegang gawai dan pembaca menginginkan data apa pun, baik berbentuk gambar, tulisan, video, audio, audiovisual, artikel jurnal, artikel opini, cerpen, novel, naskah drama, dan aneka humor lainnya. Pemanfaatan aneka sumber kelimpahan data digital harus benar-benar dapat dikelola dengan baik sebagai sumber literasi digital untuk meningkatkan dan mengembangakan pemahaman pragmatik dan psikopragmatik bagi seluruh masyarakat Indoneisa. Dengan demikian akan dapat membantu meminimalisir dampak negatif teknologi bagi multigenerasi NKRI. Guru, dosen, mahasiswa, pelajar, orang tua, masyarakat harus bersatu padu untuk membumikan gerakan melek literasi digital dengan Ratulisa ke berbagai wilayah 38 provinsi Indonesia.
Sebagai penutup teman minum kopi kita di beranda cinta istana Arfuzh Ratulisa saat ini maka harus direnungkan bersama era digital yang berkelimpahan data ini bagi multigenerasu NKRI sebagai calon pemimpin dan pengelola bangsa Indonesia masa depan. Meskipun selama ini pemerintah sudah menjalankan itu semua dalam berbagai bentuk model dan kemasan tetapi harus dilakukan evaluasi dan tindak lanjut yang memadai agar karakter yang kuat seluruh masyarakat Indonesia tetap terjaga, yakni baik, cerdas, santun, berakhlak, dan berbudi luhur. Dengan demikian, seluruh masyarakat Indonesia akan melek literasi digital, sehat berinternet, memeroleh kemanfaatan teknologi secara positif, dan multigenerasi NKRI dapat memahami dan mengimplementasikan pragmatik dan psikoprakamatik dalam berbagi konteks kehidupan formal dan nonformal secara komprehensif dan berkelanjutan untuk memanusiakan manusia, menghargai, menghormati, bergotong royong, dan saling menjaga dalam bingkai kebhinekaaan yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
“Kawan, bermimpilah sebagai wujud cita-cita dan motivasi untuk meraih asa dalam pelukan semesta tetapi ingat berhati-hatilah saat mimpi itu sudah menjadi ambisi yang berbalut emosi dalam multidimensi rasa”
Beranda Cinta Istana Arfuzh Ratulisa, 14 Mei 2023