Najwa Shihab Sarankan Media Afiliasi Muhammadiyah untuk Lebih Kekinian
Najwa Shihab Sarankan Media Afiliasi Muhammadiyah untuk Lebih Kekinian
ditulis kembali oleh Eko Prasetyo (AlexaInfoterkini.com)
SURAKARTA - Pengelola media afiliasi Muhammadiyah diminta untuk memiliki kemampuan menyampaikan informasi yang penting dan menarik.
Media afiliasi Muhammadiyah merujuk pada media yang dikelola oleh Muhammadiyah di berbagai lini. Muhammadiyah sendiri memiliki puluhan media yang dikelola baik di tingkat pusat maupun daerah.
Hal tersebut disampaikan oleh founder Narasi TV, Najwa Shihab, sebelum naik ke pentas Mata Najwa on Stage Spesial Muktamar Muhammadiyah dan Aisyiyah pada Kamis malam (10/11/22).
Acara yang mengambil tema "Merawat Indonesia" tersebut dilaksanakan di Gedung Edutorium KH Ahmad Dahlan UMS.
Sebelum naik ke pentas, jurnalis yang akrab disapa Nana tersebut mengatakan, seorang jurnalis itu harus punya kemampuan untuk menyampaikan sesuatu yang penting dengan menarik.
"Jadi bagaimana caranya kita bisa meyakinkan orang bahwa yang kita sampaikan itu penting karena kita menyampaikan dengan menarik," ujar Najwa Shihab.
Caranya, menurut Nana, yang pertama yang harus dilakukan adalah kenali siapa orang yang akan diajak bicara.
"Jadi target dan sasaran kita siapa. Semakin kita kenal siapa pembaca kita makin relevan. Bisa memahami apa kebutuhan mereka sehingga kita akan bisa makin relevan," terang Nana.
Maka dalam hal penyampaian informasinya, tidak hanya sekedar menyampaikan 5 W 1 H saja, tetapi so what.
Artinya seberapa penting informasi yang disampaikan itu penting untuk pembaca dan membuat pembaca atau penonton bisa memperbaiki kualitas hidup.
"Karena (makna) sesungguhnya jurnalisme itu, jurnalisme itu, ketika informasi yang disampaikan bisa membuat orang yang mendapatkan informasi itu kualitas hidupnya jadi lebih baik," jelas Nana.
Hal yang harus dilakukan agar mampu membuat jurnalisme seperti itu menurut Nana yang pertama adalah mengenali audiensnya.
"Kenali audiensnya, siapa yang kita ajak bicara dan mengapa ini relevan buat mereka," kata Nana.
Kedua, harus terus menerus tahu apa yang jadi keresahan, concern mereka. Dengan begitu media bisa menjawab keresahan itu.
"Sehingga media yang kita kelola bukan hanya penting tapi juga dibutuhkan, karena yg kita berikan, hal yang kita sampaikan selalu relevan dengan kebutuhan mereka (pembaca)," terang mantan jurnalis Metro TV itu.
Berikutnya, menurut Nana, pengelola harus update, ikut tren, harus selalu tahu gaya terbaru audiensnya.
Sehingga cara penyampaian yang menarik akan membuat orang mau menyelami lebih jauh apa yang ditawarkan media.
Najwa Shihab mengungkapnya, Narasi TV selalu menampilkan beragam kemasan dan format yang beragam variasinya dengan melihat platform yang digunakan.
"Tergantung platformnya apa. Ini (soal platform) juga hal penting ini. Bagaimana kemampuan pengelola media mengenali platform yang ada. Beda platform beda pendekatan beda teknologi yang dipakai beda pula kemasannya," terang Nana.
Nana memberi contoh, penggunaan TikTok tentu beda dengan menggunakan website atau YouTube yang lebih panjang durasinya dan juga lebih rumit konten yang dibuat.
"Penting bagi kita menguasai platformnya sehingga kita bisa menyesuaikan dengan audiens yang ada di platform itu. Kemasan bisa beragam dan saya selalu bilang coba hal hal yang aneh aneh saja, ngga papa kalau beragam. Nikmatnya kalau kita bekerja terutama di media digital itu kesempatan 'try and error' dan mencoba itu lebih mudah dan murah," jelas Nana.
Najwa Shihab menyarankan pula agar pengelola media afiliasi Muhammadiyah menggunakan data yang diperoleh di media digital untuk mendapatkan perilaku menonton audiens.
"Kita bisa mudah memperoleh data informasi soal audiens. Berapa lama audiens menonton, tonton retention timenya, terus apa yang audiens tonton selain konten yang kita buat. Jadi olah data itu, gunakan data itu untuk mencoba berbagai format yang lain. kalau gagal bisa coba yang lain," terang Nana.
Najwa Shihab juga menyampaikan, bahwa jurnalis media harus berani mencoba, harus selalu belajar.
"Jadikan audiens teman bicara, bukan menggurui atau memberi tahu tapi belajar bersama-sama. Dan kalau jurnalisnya mau belajar audiensnya juga mau belajar," katanya.