Dr. Muhammad Rohmadi, M.Hum, Dosen di Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta,
Dr. Muhammad Rohmadi, M.Hum, Dosen di Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta, Email: rohmadi_dbe@yahoo.com
Memantik Semangat Berliterasi Guru dan Dosen Abad XXI
Kreatif dan inovatif bukan sebuah bakat tetapi keinginan untuk berbuat dan terus menghasilkan kreasi baru dengan semangat dan inisiatif dalam segala situasi. Oleh karena itu, guru dan dosen kreatif sangat dinantikan dan dirindukan kehadirannya oleh kids zaman now. Semangat dan kreativitas guru dan dosen kreatif yang melek teknologi dan informasi di era digital sangat diidamkan oleh para siswa dan mahasiswa era milenial. Pemanfaatan aspek-aspek teknologi menjadi salah satu bagian penting perencanaan jangka pendek, menengah, dan panjang bagi seorang guru dan doesn kreatif di sekolah dan kampus. Komitmen untuk melaksanakan rencana inovatifnya di dalam dan luar kelas dengan diikuti aspek penilaian yang kreatif dan evaluasi yang berkelanjutan sangat didambakan untuk menghasilkan generasi mileneial yang cerdas, berkarakter, unggul, kreatif, dan berbudaya. Sikap dan perilaku generasi milenial sangat ditentukan peran penting guru dan dosen kreatif dan inovatif era digital.
Guru dan dosen digugu dan ditiru. Komitmen nilai karakter keteladanan ini tidak terbantahkan. Pertanyaannya, masihkan keteladanan itu dapat ditemukan oleh nak-anak generasi milenial. Baru saja, generasi milenial disajikan perhelatan yang seoalah-olah memberikan ruang pikiran dan rasa bagi mereka, yakni film “Dilan”. Film ini telah membuka mata dan pikiran bagaimana sikap seorang guru dan anak-anak di sekolah sehingga dapat terwujud keteladan guru, dosen dan juga anak yang berkarakter. Meskipun ada sisi-sisi lain yang juga memberikan dampak yang kurang baik. Namun demikian apresiasi positif bagi para sineas Indonesia untuk menanamkan nilai karakter bagi generasi muda Indonesia melalui film. Zaman sudah berubah. Sekarang memasuki era digital yang sudah menjadi bagian tidak terpisahkan dalam kehidupan individu, sosial, dan religius setiap generasi yang sering menyebut dengan kids zaman now. Coba dilihat dan direnungkan sejenak anak-anak TK, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA/SMK yang melakukan aktivitas belajar di sekolah. Kondisi mereka di sekolah, di rumah, dan lingkungan masyarakat saat ini sudah berbeda jauh dengan anak-anak sekolah di era delapan puluhan atau sebelumnya. Hal ini memang tidak dapat dihindari akibat perkembangan zaman yang terus diikuti oleh perubahan situasi dan teknologi informasi yang tidak terbendung lagi. Pertanyannya sekarang bagaimanakan guru-guru di era digital dapat membimbing dan mengarahkan anak-anak zaman now sehingga dapat memanfaatkan teknologi secara maksimal dan terarah. Dengan demikian para siswa bukan dapat menguasai teknologi dan tidak terjadi sebaliknya mereka yang dikuasai teknologi.
Mengubah Mindset Guru dan Dosen Abad XXI
Guru dan dosen era digital bukan sekadar datang ke sekolah dengan berbekal bulpen di saku. Kemudian di sekolah melakukan aktivitas rutin tanda tangan kehadiran, mengajar di kelas dengan buku paket atau modul pembelajaran yang tidak jauh dari era LKS zaman dulu lengkap dengan kunci jawaban pesanan dari penerbit atau distributor LKS. Itu sudah tidak zaman lagi. Buku paket menjadi kewajiban dipegang dan dibaca di kelas tanpa ada pemahaman dan kajian mendalam untuk menelusuri terminologi literasi informasi dan penegetahuan yang berkelanjutan bagi siswa. Guru di era digital harus mau dan wajib mengubah cara berpikir dalam proses belajar mengajar. Komitmen untuk menjadi guru profesional, melek teknologi harus diwujudkan bukan sekadar janji-janji professional, kreatif, dan inovatif seperti saat mengikuti diklat dan pearteching saat PLPG untuk mendapatkan sertifikat pendidik dan memperoleh tunjangan sertifikasi setiap bulan. Kompetensi profesional, paedagogig, sosial, dan kepribadian harus menjadi landasan dasar untuk mewujudkan mimpi besar seorang guru kreatif di era digital. Perubahan mindset dari guru tradisional menjadi guru kreatif dan inovatif di era digital tidak dapat malik grembyang. Guru dan dosen harus betul-betul berniat untuk mengubah pola pikir, semangat, kreativitas, dan upaya pengembangan diri secara bertahap dan terencana secara periodik. Dengan demikian, upaya ini akan dapat terwujud mindset guru dan dosen kreatif era digital yang memiliki semangat baru dan melek teknologi infomasi era digital.
Perkembangan teknologi informasi sudah memasuki ke seluruh pelosok negeri. Hampir setiap guru dan siswa sekarang sudah mengenal teknologi. Namun demikian kecepatan dalam memanfaatkan teknologi ternyata lebih cepat para siswanya dibandingkan gurunya. Hal ini harus dapat perhatian bahwa guru di era digital harus melek teknologi informasi agar dapat memahami literasi informasi dan pengetahuan secara mendalam. Selain itu, para guru kreatif di era digital harus dapat mengimbangi kemampuan hardskill dan softskill para siswanya yang memasuki era digital. Upaya yang harus dilkukan oleh para guru adalah berusaha, berlatih, memahami, dan secara aktif mengembangkan diri untuk mewujuidkan visi menjadi guru kreatif yang melek teknologi informasi di era digital. Pemanfaatan gawai bukan sekadar untuk swafoto, update status, facebook, twiter, instagram, line, whatsap, dan segala kegiatan media sosial rutinitas untuk menyapa teman-teman waktu TK, SD, SMP, SMA, dan bahkan kuliah dahulu. Pemanfaatan gawai harus dimaksimalkan untuk dapat menjadi sumber belajar dan informasi berbasis teknologi sesuai namanya smartphone. Oleh karena itu, guru-guru di era digital harus dapat menyesuaikan diri juga menjadi guru yang smart untuk mengimbangi para siswanya yang smart juga di era digital.
Guru dan Dosen harus Melek Literasi Informasi dan Digital
Berdasarkan permendikbud No. 23 tahun 2017 mengenai penguatan pendidikan karakter melalui gerakan literasi sekolah yang dicanangkan oleh pemerintah dengan membaca lima belas menit sebelum atau sesudah pelajaran di sekolah maka guru kreatif di era digital harus menjadi teladan membaca. Upaya ini dilakukan untuk membangun budaya membaca bagi siswa. Selain itu, pembiasaan membaca ini juga dimaksudkan untuk membentuk karakter siswa dalam rangka mendukung program pemerintah untuk mewujudkan revolusi mental sesuai perpres No. 87 tahun 2017. Pembiasaan membaca ini bukan hanya untuk siswa tetapi guru juga harus menjadi teladan untuk membaca dan menulis bersama para siswanya. Gerakan literasi di sekolah bukan sekadar membaca tetapi juga menulis. Hasil membaca secara bertahap harus dapat diungkapkan kembali dalam bentuk tulisan. Berdasarkan deklarasi Praha tahun 2003 bahwa literasi bukan sekadar membaca tetapi juga menulis, mengidentifikasi, dan memahami aneka permasalahan sosial, bahasa, budaya yang berkaitan langsung dengan permasalahan masyarakat. Oleh karena itu, seorang guru kreatif di era digital harus dapat membuka cakrawala dan pengetahuan secara luas dengan berliterasi berbasis teknologi dan perpustakan sekolah, perpustakaan daerah, perpustakaan kampus, dan perpustakaan nasional. Pemanfaaatn media teknologi sebagai media literasi informasi harus dijadikan kebiasaan dan kebisaan antara guru dan siswa secara sinergis dan berkelanjutan.
Gerakan literasi sekolah harus dapat dijadikan media belajar dan pembelajaran bagi guru kreatif di era digital secara maksimal. Guru-guru tidak lagi malas membaca media cetak karena tidak berlangganan koran. Hal ini dapat disiasati melalui gawai mereka dapat menelusuri media-media online yang dapat memberikan informasi dalam dan luar negeri secara langsung dan selalau update informasinya. Hal ini harus dilakukan secara individu dan kelompok dalam situasi diskusi ilmiah yang kreatif dan produktif dalam forum-forum diskusi guru, seperti KKG, MGMP, dan forum diskusi pembelajaran lainnya yang dapat difasilitasi oleh sekolah, dinas pendidikan, dan PGRI di seluruh wilayah NKRI. Komitmen untuk melek literasi informasi dan pengetahuan ini apabila ditumbuhkembangkan secara terus-menerus diyakini dapat menghasilkan karya fiksi dan nonfiksi untuk mendukung pelaksanaan PermenPAN dan RB No 16 tahun 2009 mengenai PKG dan PKB. Dengan demikian guru kreatif di era digital secara otomatis dapat memiliki hasil penilaian kinerja guru yang maksimal dan juga dapat melakukan pengembangan keprofesian berkelanjutan secara bertahap dan mandiri.
Guru dan Dosen harus Giat Menulis dan Membaca sebagai Teladan
Guru dan dosen kreatif era digital harus giat menulis karya. Baik karya fiksi, seperti puisi, cerpen, novel, dan lain sebagainya. Kemudian juga melakukan penelitian tindakan kelas (ptk), menulis artikel jurnal ilmiah, menulis modul pembelajaran, dan menulis buku. Selain itu, hasil PTK nya dapat dipublikasikan memalaui jurnal ilmiah dan juga seminar. Hal ini sebagai upaya pengembangan diri dan memotivasi para guru kreatif untuk terus menulis dan menghasilkan berkarya inovatif. Kreativitas yang terus dilatih akan dapat menumbuhkembangkan softskill menulis dan hasilnya dapat diterbitkan ber-ISBN sehingga dapat dinikamti oleh seluruh elemen pendidikan di seluruh pelosok negeri. Komitmen diri para guru kreatif di era digital adalah membaca dan berkarya. Hal ini selaras dengan semangat dan virus positif yang ditanamkan pakar pendidikan dan literasi Rohmadi (2016) selaku kepala perpustakaan UNS bahwa membacalah untuk menulis dan menulislah untuk dibaca oleh umat manusia sepanjang hayat. Selain itu, komitmen guru dan dosen menulis diharapkan menjadi seperti bintang, bulan, dan matahari yang terus bersinar menyinari manusia di bumi sepanjang masa.
Inovasi pembelajaran di kelas dan luar kelas dapat diabadikan dalam bentuk karya buku ber-ISBN atau jurnal ilmiah. Hal ini menjadi salah satu upaya untuk belajar dan membelajarkan bagi diri sendiri dan juga siswa dan sejawat. Artinya guru langsung menjadi teladan dalam berkarya dan membaca sehingga para siswa tidak maido gurunya, “Apakah guru-guru kita sudah membaca dan menulis kok memnyuruh para siswa untuk membaca dan menulis”. Oleh karena itu, diperlukan komitmen diri bagi para guru kreatif di era digital untuk terus berbenah dan berubah bahwa guru harus giat menulis dan terus belajar sepanjang hayat. Kondisi siswa yang bervariasi sikap dan perilakunya adalah sebuah tantangan bagi para guru kreatif di era digitial. Hal ini menjadi kesadaran penuh bagi para guru yang mengajar di sekolah swasta tentu berbeda situasi psikologis para siswanya dengan para guru yang mengajar di sekolah negeri. Kemudian perlu disadari teknik dan setratgi yang harus diterapkan untuk mendidik dan membimbing para siswa di sekolah SD/MI, tentu juga berbeda dengan SMP/MTs, dan SMA/MA/SMK. Semangat berkreasi dan berinovasi inilah yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat dan pemerintah dari guru-guru kreatif di era digital dan di tengah-tengah generasi milenial.
Wacana Penutup
Belajarlah untuk mengerti dan memahami serta pahamilah dengan belajar secara terus menerus. Yakinlah meskipun memahami sedikit tetapi apabila dilakuakan secara konsisten dan ajeg maka akan menghasilkan karya yang hebat dan luar biasa. Berkaryalah dan berkreasilah dalam belajar dan membelajarkan genersi milenial di era digital wahai para guru dan dosen Indonesia. Bangsa ini sedang menanti generasi muda yang engkau hasilkan dengan tangan-tangan kreatifmu. Selamat berjuang dan berkarya untuk generasi emas Indonesia. Jadilah guru dan dosen yang selalau dirindukan oleh umat dan terus turut serta menyinari dunia, seperti bintang, bulan, dan matahari yang menyinari bumi sepanjang hari, baik tampak maupun tidak tampak oleh manusia. Teruslah berliterasi dengan ratulisa (rajin menulis dan membaca) untuk multigenerasi NKRI. Jasamu akan terus dikenang murid-muridmu sepanjang masa.