Muhammadiyah Perlu Bikin Pusat Kajian Perdamaian
Muhammadiyah Perlu Bikin Pusat Kajian Perdamaian
SOLO—Muhammadiyah perlu terlibat dalam upaya mewujudkan perdamaian
dunia. Peran tersebut penting dilakukan mengingat Muhammadiyah memiliki
infrastruktur dan kapasitas untuk menjadi pendamai.
Hal itu mengemuka dalam seminar pramuktamar bertema Internasionalisasi Gerakan
Muhammadiyah di Edutorium K.H. Ahmad Dahlan Universitas Muhammadiyah Surakarta
(UMS), Senin (30/5/2022). Seminar dibuka oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar
Nashir. Sedangkan narasumber seminar antara lain mantan Dubes Indonesia untuk
Inggris Rizal Sukma, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin dan Amien
Rais.
Selama ini, Muhammadiyah telah terlibat dalam kegiatan internasional.
Rizal Sukma menyebut antara lain terlibat dalam kegiatan kemanusiaan,
penanganan bencana melalui Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC), peace
buliding atau bina damai di Filipina dan Thailand Selatan. Muhammadiyah
juga terlibat kerja sama dengan berbagai pihak, termasuk menjadi anggota
Ecosoc. Dari sekian banyak kegiatan yang telah Muhammadiyah jalani, Rizal
melihat Internasionalisasi Gerakan Muhammadiyah perlu fokus pada kerja-kerja
perdamaian atau peace building. “Kalau MDMC fokus pada bencana,” ujar
mantan Direktur CSIS itu.
Untuk mendukung aksi itu, di berbagai perguruan tinggi Muhammadiyah (PTM)
perlu ada peace studies atau pusat kajian perdamaian. “Kita [perlu] punya
pusat studi perdamaian, peace making, peace keeping. Jadi lead
untuk perdamaian internasional,” lanjut Rizal.
Tak hanya di bidang perdamaian, Rizal perlu mengangkat isu lain seperti climate
change hingga energi terbarukan.
Din Syamsuddin juga sepakat dengan Rizal soal peran Muhamamdiyah dalam
bina damai. Bahkan Din menyebut Rizal yang pernah jadi Direktur CSIS banyak berada
di balik layar mendorong Muhammadiyah dalam aksi-aksi internasional. “Juga buka
bantu networking Muhammadiyah. Dia juga mendorong saya mendirikan CDCC [Centre for
Dialogue dan Cooperation Among Cvilizations] yang masih
aktif sampai sekarang,” ujar Din yang memimpin CDCC.
Din menyatakan Muhammadiyah bahkan dunia Islam dewasa ini, selain menghadapi
tantangan, juga mempunyai peluang dan momentum kebangkitan dunia Islam. Menurut
Din, Muhammadiyah sangat qualified jadi motor penggerak tak hanya di Indonesia,
juga dunia. “Infrastruktur gerakannya cukup kuat,” ujar Din.
Din menyampaikan Persyarikatan Muhammadiyah sudah menjadi warga dunia.
Setidaknya Saat ini terdapat 29 Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM)
yang tersebar di beberapa negara. PCIM ini berperan sebagai mediator dengan
lembaga pemerintah setempat, menjalin relasi dengan dunia usaha. Dan semua itu
dilakukan dalam kerangka untuk membangun jejaring, melakukan mediasi dan tentu
saja mendakwahkan gagasan dan pemikiran Islam khas Muhammadiyah.
“Gagasan Islam yang dimiliki oleh Muhammadiyah inilah aset tersebesar
persyarikatan. Kita memiliki Islam Berkemajuan yang berhimpitan dengan gagasan kosmopolitan
Islam,” ujar dia.
Din juga memberikan apresiasi
kepada pimpinan Muhammadiyah yang berhasil mendirikan perguruan tinggi
di Malaysia dan lembaga pendidikan di Australia.