Makam Nyai Ageng Serang Ditengah Waduk Kedung Ombo
Makam Nyai Ageng Serang Ditengah Waduk Kedung Ombo
Boyolali – Di Waduk Kedung Ombo (WKO) terdapat
sebuah makam terapung, “makam itu adalah makam Nyi Ageng Serang,” ungkap Darso,
penduduk desa Nampu, Grobogan.
Menurut Darso, makam itu dikeramatkan oleh
warga sekitarnya. Untuk mencapai lokasi makam tersebut, pengunjung harus
menggunakan perahu atau sampan atau speed boat.
“Makam itu adalah makam Nyi Ageng Serang,”
ungkap Darso saat itu berada Dusun Bulu Serang, Desa Wonoharjo, Kecamatan
Kemusu, Kabupaten Boyolali.
Darso mengatakan, untuk sampai ke makam
tersebut, ada tiga pintu masuk. Baik dari Kabupaten Grobogan, Sragen, maupun
Boyolali. Namun dirinya lebih memilih masuk dari Desa Wonoharjo. “Tapi
kali ini saya melalui Dusun Bulu Serang, Desa Wonoharjo, Kecamatan Kemusu,
Boyolali. Kebetulan di Dusun Bulu Serang ada tempat wisata waduk Kedung Ombo,”
lanjutnya.
Dijelaskan, antara Dusun Bulu Serang dengan
lokasi makam dengan menaiki perahu boat memerlukan waktu sekitar 15 menit. Sewa
perahunya Rp 100.000 perjalanan pulang pergi. Kemudian dirinya berada di makam
sekitar 30 menit.
Sementara itu pemilik perahu boat yang
mengantar menuju makam, Paijo, Nyi Ageng Serang merupakan seorang pahlawan
melawan penjajah yang berasal di daerah setempat. Nyi Ageng Serang bernama asli
Raden Ajeng Kustiyah Wulaningsih Retno Edi. Ia adalah anak Pangeran Natapraja
yang menguasai wilayah dari Kerajaan Mataram di Serang perbatasan Sragen-Grobogan.
Nyi Ageng Serang, menurut Parijo, dulu dikenal
sebagai penyebar agama Islam di daerah Sragen, Boyolali dan Grobogan. Nyi Ageng
Serang meninggal pada tahun 1828 dan dimakamkan di Dusun Bulu Serang, Desa
Wonoharjo.
“Dulu area pemakaman berada di daratan di atas
perbukitan. Tapi karena daerah tersebut terkena pembangunan Waduk Kedung Ombo
maka makam tersebut menjadi berada di tengah waduk,” lanjutnya.
Kini makam Nyi Ageng Serang, kata Parijo,
berupa bangunan kecil mengapung di tengah waduk Kedung Ombo berukuran sekitar
12 x 8 meter. Samping kiri kanan pintu masuk terpasang bendera Merah Putih.
“Setiap bulan Suro atau Muharam, banyak
dikunjungi wisatawan yang hendak berziarah,” ujarnya.